smpegeri1cikande.blogspot.com - Waktu berjalan cepat. Tak terasa kita sudah kembali memasuki hampir pada sepertiga, awal bulan Sya’ban. Pada umumnya, umat Islam hanya mengenal bulan Rajab sebagai bulan terjadinya peristiwa besar Isra Mi’raj, peristiwa ditetapkannya kewajiban ibadah salat. Padahal, jika merujuk kepada sunnah Rasulullah saw, bulan Rajab dan satu bulan berikutnya yakni bulan Sya’ban merupakan gerbang memasuki bulan suci Ramadan.
Ketika memasuki bulan Rajab, Rasulullah saw berdoa, Allahumma baarik lanaa fii rajaba wa sya’bana wa balighnaa Ramadhan.Ya Allah! Berkatilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan usia kami kepada bulan Ramadan (Majma Zawaid Juz III : 528 hadits nomor 4774; Lathaif al-Ma’arif : 280).
Meskipun banyak ulama yang memandang lemah terhadap hadits tersebut, namun ada pelajaran baik yang dapat kita ambil dari doa tersebut, yakni selama dua bulan, Rajab dan Sya’ban dipergunakan untuk persiapan menghadapi bulan suci Ramadan.
Diakui atau tidak, kita lebih banyak mempersiapkan diri untuk menghadapi kedatangan Idul Fitri daripada mempersiapkan diri menyambut kedatangan bulan suci Ramadan. Jauh-jauh hari banyak orang yang menabung untuk merayakan Idul Fitri baik untuk pakaian, mudik, liburan, dan lainnya dengan dalih untuk merayakan hari kemenangan. Ironisnya, masih banyak orang yang sibuk mempersiapkan bekal untuk merayakan Idul Fitri, namun mereka tidak melaksanakan ibadah puasa Ramadan.
Alangkah bijaknya apabila kita lebih banyak mempersiapkan diri dan ruhani kita untuk menghadapi bulan Ramadan, mempersiakan berbagai macam program ibadah selain ibadah puasa yang akan kita laksanakan pada bulan Ramadan. Insya Allah, keberkahan akan kita raih pada bulan Rajab dan Syaban jika kedua bulan ini kita pergunakan untuk mempersiapkan diri menghadapi bulan suci Ramadan.
Sederhananya, sebagai bentuk persiapan memasuki bulan suci Ramadan, misalnya kita mempelajari kembali dengan baik hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah puasa agar kesalahan melaksanakan ibadah puasa Ramadan pada tahun lalu tak terulang lagi pada tahun ini. Kita pun harus memperbanyak berbuat kebaikan pada bulan Rajab dan Syaban agar kita terlatih untuk berbuat lebih banyak kebaikan pada bulan suci Ramadan.
Lebih dari itu, buatlah program ibadah untuk bulan Ramadan sejak saat ini. Misalnya, berapa kali target khatam tadarus al-Qur’an pada bulan Ramadan tahun ini, membuat janji pada diri sendiri untuk tidak meninggalkan salat berjamaah, mengkhatamkan salat tarawih, mengeluarkan zakat dan sedekah serta berbagai kebaikan lainnya.
Meskipun terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama ahli fikih, sebagian ulama menganjurkan agar kita memperbanyak ibadah puasa sunat pada bulan Rajab dan Syaban. Hal itu dilakukan sebagai pemanasan (warming up) terhadap ruhani kita agar benar-benar siap menghadapi bulan Ramadan.
Imam Nawawi berpendapat, diantara puasa yang disunnahkan adalah puasa pada bulan-bulan haram, yaitu Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab (Syarah Muhadzdzab Juz VI : 438).
Abu Bakar Al-Waraq Al-Balkhy mengumpamakan bulan Rajab sebagai bulan musim tanam. Bulan Syaban sebagai bulan menyirami dan menyiangi tanaman, sementara bulan suci Ramadan merupakan bulan untuk memanen tanaman (Lathaif al Ma’arif : 234).
Maksud dari perkataan Abu Bakar Al-Waraq Al-Balkhy tersebut, intinya kita harus membuat program ibadah, berbuat kebaikan selama bulan Rajab, kemudian dievaluasi pada bulan Syaban, diperbaiki segala kesalahan dan kekurangannya agar pada bulan Ramadan kita dapat memanen kebiasaan berbuat kebaikan seperti pada bulan Rajab dan Syaban, dalam arti kita tidak merasa berat lagi untuk berbuat ibadah, ketaatan, dan kebaikan karena sudah terlatih melakukan semuanya dua bulan sebelumnya.
Jika diibaratkan, bulan Ramadan merupakan tamu agung yang dinanti-nanti semua orang beriman. Kehadirannya akan membawa rahmat, keberkahan, lautan pahala, dan ampunan Allah. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika kita benar-benar menjadikan Bulan Rajab dan Sya’ban sebagai gerbang untuk menyambut kedatangan bulan Ramadan.
Agar ibadah puasa Ramadan kita benar-benar berkualitas, terdapat beberapa hal yang harus kita persiapkan. Pertama mempersiapkan kesehatan fisik dan psikis. Pada umumnya orang banyak memeriksakan kesehatannya tatkala akan melaksanakan ibadah haji, padahal memeriksakan kesehatan kita ke dokter sebelum melaksanakan ibadah puasa Ramadan merupakan tindakan bijak, apalagi jika diniatkan agar kita merasa nyaman dan khusyuk dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadan.
Kedua menghubungkan tali silaturahmi. Sebelum melaksanakan ibadah puasa Ramadan, kita harus mempererat tali silaturahmi, saling memaafkan manakala dalam tataran hablum minannas kita banyak melakukan kesalahan. Dendam, hasud, saling bermusuhan, dan perilaku yang dapat memutuskan tali silaturahmi dan persaudaraan harus segera diakhiri. Allah takkan menerima ibadah puasa orang-orang yang saling bermusuhan dan memutuskan tali silaturahmi dengan saudara-saudaranya.
Ketiga persiapan spiritual. Bulan Ramadan merupakan bulan ibadah, bulan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada umumnya, kerinduan kita terhadap ibadah meningkat pada bulan suci Ramadan. Hati kita merasa dekat dengan Allah. Kejujuran dan merasa diawasi Allah tumbuh subur di hati kita. Untuk lebih meningkatkan tumbuh suburnya suasana tersebut alangkah baiknya apabila kita memiliki persiapan diri dalam meningkatkan kualitas spiritual kita. Meningkatkan keyakinan bahwa ibadah puasa merupakan perintah Allah yang sarat kasih-sayang-Nya.
Keempat mengurangi ikhtilaf dalam melaksanakan ibadah. Diakui atau tidak, banyak ikhtilaf yang terjadi dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Sudah bertahun-tahun lamanya, umat Islam sering ikhtilaf dalam menentukan awal pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan penentuan tanggal 1 Syawal.
Selain itu, ikhtilaf sering pula terjadi dalam melaksanakan ibadah salat tarawih. Sudah sejak lama jumlah bilangan rakaat salat tarawih menjadi perdebatan sengit dan selalu terulang setiap tahun. Orang yang melaksanakan salat tarawih sebelas rakaat merasa dirinya paling shahih dan paling sesuai dengan sunnah Rasulullah saw, menganggap pelaku bid’ah kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah salat tarawihnya lebih dari sebelas rakaat.
Alangkah bijaknya apabila para ulama, para ustadz, para mubaligh yang benar-benar memahami ilmu fiqih memberikan pencerahan kepada umat agar semakin memahami akar perbedaan atau ikhtilaf yang terjadi dalam pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan segala pernak-perniknya agar seseorang tidak gampang menuduh orang lain berbuat salah dan pelaku bid’ah.
Semoga kita memperoleh keberkahan di bulan Rajab dan Syaban, usia kita sampai kepada bulan suci Ramadan seraya mampu melaksanakan ibadah puasa dan ibadah lainnya yang lebih baik dari bulan Ramadan tahun-tahun sebelumnya.
Selamat berlatih dan mempersiapkan diri dan ruhani untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadan.